Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak bernama Budi.
Budi kehilangan ibunya sejak bayi, dan sang ayah menikah lagi dengan Ibu Tati.
Ibu Tati punya dua anak: Arif dan Wati.
Arif dan Wati selalu mendapat kehangatan dan perhatian, sementara Budi sering menerima perlakuan dingin dari ibu tirinya.
Tatkala cuaca dingin menusuk desa, Arif dan Wati dibekali baju tebal oleh Ibu Tati. Namun, Budi hanya mendapat sehelai baju tipis. Tubuhnya gemetar setiap malam, menahan dingin yang menusuk sampai ke tulang.
Suatu hari, Ayah meminta Budi mengantarkan barang dengan sepeda tua ke kota. Akibat kedinginan, tangan Budi kaku dan ia hampir terjatuh.
Ayah marah, tapi ketika melihat baju Budi yang ternyata hanya selapis kain tipis, beliau geram pada Ibu Tati dan hendak mengusirnya pergi.
Namun, Budi memohon sambil terisak,
“Ayah, jika Ibu tetap di sini, hanya Budi yang kedinginan. Tapi jika Ibu pergi, maka Arif, Wati, dan Budi semua akan kedinginan.”
Ayah meneteskan air mata.
Mendengar kata-kata itu, hati Ibu Tati tersentuh. Ia menyesali perbuatannya dan mulai memperlakukan Budi dengan hangat, seperti anak kandungnya sendiri.
Sejak hari itu, keluarga Budi hidup rukun. Budi tumbuh menjadi pemuda bijak yang dihormati di kampung, dan kebaikannya dikenang sepanjang masa.
Pesan Moral
Dalam hidup, kesabaran dan belas kasih mampu meluluhkan hati yang keras. Jangan membalas keburukan dengan keburukan. Jadilah seperti Budi yang tetap berbuat baik, walau menerima perlakuan yang tidak adil. (www.budipekerti.org/wd)
Catatan: Artikel ini disadur dan diadaptasi dari cerita aslinya:
Min Sun dan Baju Jerami
https://www.ganjingworld.com/zh-TW/video/1h330u8lngt4Fc7uVs2ToWlfh1vs1c?playlist_id=1h29ehknqrr6bN46vakXcmf1vo0p